Minggu, 15 Mei 2011

FENOMENA PROFESIONALISASI KEGURUAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Guru merupakan orang pertama mencerdaskan manusia, orang yang memberi bekal pengetahuan, pengalaman, dan menanamkan nilai-nilai, budaya, dan agama terhadap anak didik, dalam proses pendidikan guru memegang peran penting setelah orang tua dan keluarga di rumah. Di lembaga pendidikan guru menjadi orang pertama, bertugas membimbing, mengajar, dan melatih anak didik mencapai kedewasaan. Sete­lah proses pendidikan sekolah selesai, diharapkan anak didik mampu hidup dan mengembangkan dirinya di tengah masyarakat dengan berbe­kal pengetahuan dan pengalaman yang sudah melekat di dalam dirinya.
Upaya guru mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih anak didik bukan suatu hal yang mudah dan gampang. Pekerjaan ini membutuhkan pengalaman yang banyak dan keseriusan, di sana-sini masih juga terdapat kejanggalan dan kekurangan, sang guru mengurangi sedikit mungkin kekurangan dan kesalahan di dalam mengembangkan tugas sebagai pendidik, pepatah mengatakan Pengalaman merupakan guru yang paling baik. Prestasi siswa suatu target yang harus dicapai oleh guru, namun di antara anak didik terdapat mereka yang berprestasi, dan ada pula yang tidak berprestasi. Siswa yang berprestasi lebih mudah dibimbing, diajar, dan dilatih dibanding siswa yang belum berprestasi. Sang guru merasa gelisah dengan anak didiknya yang tidak berprestasi dan tetap mengupayakan siswanya untuk berprestasi. Kadang-kadang sebagian kecil orang tua menyerah sepe­nuhnya pendidikan anak-anaknya kepada guru, sedangkan pendidikan terlaksana manakala adanya kerjasama semua pihak, guru di sekolah, orang tua di rumah, dan masyarakat tempat anak tumbuh dan ber­kembang.
Komite sekolah merupakan badan yang menjembatani orang tua dengan guru-guru di sekolah, sekolah penyelenggara pendidikan formal, dan orang tua sebagai pendidik di dalam keluarga, kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan dan memacu prestasi anak didik, orang tua turut mengontrol pendidikan yang telah dilakukan di sekolah. Apa kebutuhan anaknya dalam belajar? Bagaimana prestasi anaknya? dan bagaimana pula upaya orang tua memacu prestasi anak­-anaknya?

B.     Alasan Pemilihan Judul
Mengingat seorang guru tidak memahami substansinya dari profesinya sebagai guru. Sedangkan di lapangan khususnya para guru masih banyak yang tidak memahaminya. Maka kami membuat makalah dengan judul “Fenomena Profesionalisasi Keguruan” dengan alasan :
1.      Kurangnya kemampuan profesionalisasi  dalam melaksanakan tugasnya
2.      Kenyataan di lapangan tentang profesionalisasi masih tergolong rendah.
 
 
BAB II
PERMASALAHAN

Guru adalah seseorang figur yang mulia dan dimuliakan banyak orang, kehadiran guru di tengah-tengah kehidupan manusia sangat penting, tanpa ada guru atau seseorang yang dapat ditiru, diteladani oleh manusia untuk belajar dan berkembang, manusia tidak akan memiliki budaya, norma, agama. Sulit dibayangkan jika ditengah kehidupan manusia tidak adanya seorang guru, bekal tidak ada peradaban yang dapat dicatat, kits akan hidup dalam tradisi-tradisi kuno, hukum rimba akan berlaku, yang kuat menindas yang lemah, demikianlah seterusnya.
Tapi ironisnya tidak semua guru mengetahui hakikat profesionalisasi keguruan sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan guru yang seharusnya tidak terjadi. Seperti halnya seorang kadang tidak menjadi teladan yang baik atau tidak bisa ditiru oleh peserta didik. Ada sebagian guru yang hanya memahami profesi guru hanya sebagai pekerjaan bukan sebagai pendidik. Maka dari itu disini dibutuhkan pemahaman yang lebih spesifik, bagaimana sosok seorang guru yang sebenarnya guna memajukan pendidikan yang ada I negara ini.
Dalam aplikasi penerapan kurikulum itu masih rancu. Kita banyak menemukan guru yang kurang mepdapatkan  upah sehingga mengurangi profesionalisme menjaid guru. Kurangnya penghormatan terhadap guru di dalam masyarakat


BAB III
PERUMUSAN MASALAH

Mengingat begitu pentingnya pemahaman tentang sosok guru yang sebenarnya maka permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah :
1.      Guru Profesional dan Kurikulum
2.      Pendidikan dan Ekonomi Masyarakat
3.      Peningkatan Kesejahteraan Guru
4.      Fasilitas Yang Diterima Guru
5.      Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
6.      Penghormatan Terhadap Guru
7.      Guru Profesional Sebagai Pengendali Mutu Pendidikan
8.      Guru Profesional sebagai Agen Budaya dan Moral

BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH

Permasalahan di dunia pendidikan sangat relevan dengan sifat organisasi sekolah yang organik. Artinya hidup dan berkembang, sehingga tidak bisa kita pungkiri bahwa meskipun sudah banyak persoalan yang dapat kita selesaikan tetapi selalu muncul persoalan / permasalahan baru yang menantang di hadapan kita, serta menuntut kita semua untuk mampu menyelesaikan permasalahan yang dapat muncul pada setiap saat.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang telah diuraikan agar tidak kehilangan arah maka pemulis mencoba untuk membahas langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai berikut :

A.     Guru Profesional dan Kurikulum
Modal menjadi guru di sekolah berbeda dengan modal profesi sopir angkot di kota, yaitu; bermodal keahlian menyopir, memiliki Surat lzin mengemudi (SIM), dan menghafal rute jalan. Sedangkan bagi sang guru, dia harus mampu mengajar anak didiknya dengan menguasai materi pelajaran, memiliki wawasan kependidikan, memiliki pengalaman mengajar dan lain-lain. Guru tidak saja bermodal pengalaman, pengetahuan akademis, akan tetapi juga keterampilan (skill).
Kurikulum mengandung muatan akademis, namun penerapannya  berdasarkan teknis dan membutuhkan banyak pengalaman. David Berlo (dalam Abizar, 1988; 9) Guru sebagai sumber dalam menyampaikan pesan kepada audiens harus memiliki keterampilan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, dan memperhatikan kontek sosial budaya.
Di samping itu guru juga memiliki kepekaan terhadap perubahan-­perubahan yang terjadi dalam dunia kependidikan, seperti perubahan kurikulum satu kali dalam 10 tahun. Guru diminta untuk cepat beradabtasi dengan perubahan itu dengan cara mengikuti penataran, workshop, dan belajar dengan teman seprofesi.
Guru menerapkan kurikulum yang telah dirancang pemenintah dan institusi, dan mereka harus mampu mengajarnya walaupun kurikulum itu dibanding kurikulum sebelumnya terdapat banyak perubahan. Demikian juga muatan yang terdapat dalam kurikulum, seperti Mata Pelajaran Sejarah kurikulum 1994, di mana dimuat tentang kekejaman G 30 S PKI tahun 1948 di Madiun 1965 di Jakarta, sementara kurikulum 2004 tidak dimuatkan lagi, dengan alasan pengajaran seperti itu akan mengisolasikan anak cucu seseorang yang terlibat dalam G 30 S PKI serta menumbuhkembangkan kebencian sesama anak bangsa, walaupun kurikulum ini mendapat protes dari kalangan masyarakat dan tokoh senior umat Islam, mengingat kekejaman dan kebiadaban PKI masa itu. Maka perlu memberi pelajaran sejarah kepada siswa-siswa, dan mengharapkan pergerakan biadab itu tidak terulang lagi pada masa akan datang. Komisi X DPR Republik Indonesia mengundang Mendiknas dan meminta Mata Pelajaran Sejarah memuatkan kekejaman G 30 S PKI. Bapak Alwi Shihab (Menkokesra) dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat dan dihadiri oleh Mendiknas, menegaskan Mata Pelajaran Sejarah kurikulum 2004 digantikan dengan Mata Pelajaran Kurikulum 1994 yang masih mencantumkan soal kebiadaban PKI. (baca Majalah Sabili No. 26 TH. XII, 14 Juli 2004; 54-55). Tugas guru siap dan wajib menyampaikan apa yang sudah digariskan oleh pemerintah (enterpreneur) dan institusi. Guru dalam sebuah organisasi merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah untuk terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum yang real adalah apa yang dialami oleh siswa-siswa ketika berada dalam kelas. Sementara itu banyak dokumen daerah, buku teks dan tuntunan yang dikeluarkan menunjukkan kepada kita  bahwa apa yang seharusnya diajarkan adalah tindakan guru menyajikan kurikulum yang sesungguhnya menentukan program studi. Karena guru orang yang terjun langsung dalam masalah-masalah pengajaran, mereka mempunyai kesempatan yang paling baik mempengaruhi pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum dapat dikonsepsikan sebagai suatu siklus lingkaran yang dimulai dengan analisis mengenai maksud didirikan sekolah. Berikut menjelaskan filsafat dan standar kompetensi, menentukan prioritas yang tepat, dan mencarikan bentuk konsep pro­gram yang merupakan bagian dari pengembangan kurikulum. Siklus lingkaran ini berlanjut dengan disain kurikulum termasuk standar dan tuivan pengembangan dan mempertimbangkan pendekatan untuk perbaikan. Lingkaran ketiga dalam siklus pengembangan kurikulum ini adalah menerapkan atau mengatur perubahan yang diusulkan. Dalam hal ini aturan pengembangan staf dan bahan upgrading menjadi kritik. Akhimya dalam lingkungan tersebut disimpulkan dengan usaha penilaian dan identifikasi kebutuhan lebih lanjut.
Guru dalam pengembangan kurikulum harus memiliki "pandangan mata burung" (a bird eye view) mengenai proses pengembangan kurikulum. Karena guru bekerja di kelas untuk menyampaikan kurikulum real, guru merupakan pengontrol kualitas belajar mulai dari awal sampai berakhirnya pembelajaran. Sebenarnya guru diminta informasi, kritikan dalam perbaikan kurikulum, agar kurikulum itu menyentuh dan berguna untuk tercipanya life skill di kalangan siswa.

B.     Pendidikan dan Ekonomi Masyarakat
Kondisi krisis ekonomi saat ini banyak menganggu kelangsungan pendidikan, mustahil pendidikan akan maju dan berkualitas tanpa dukungan ekonomi yang mapan, guru dapat berkonsentrasi mengajar manakala tidak lagi memikir urusan perut, demikian juga para orang tua tidak merasa terbeban untuk melengkapi sarana dan prasarana belajar anak-anak mereka, bila mereka merasa berkewajiban menyekolah anak-anaknya dan ekonomi para orang tua juga mapan.
Orang tua, wali murid menghendaki biaya pendidikan murah dan gratis, memang mereka mengakui bahwa pendidikan itu mahal, tetapi kondisl ekonomi saat ini yang membuat para orang tua mengeluh atas pembiayaan sekolah anak-anak mereka. Penghapusan biaya sekolah berupa sumbangan pembangunan pendidikan (SPP) untuk SDN, SNIP, MTSN sudah dimulai era presiden Soeharto seiring dengan pencanangan wajib belajar SD sampai dengan SNIP sederajat, akan tetapi kenyataan di lapangan masih banyak ditemui pembayaran yang melebilli uang SPP, apakah itu namanya uang kornite sekolah, uang lain-lain, dan sebagainya.
Sebagian daerah di Indonesia, melalui bapak bupati, walikota melakukan biaya sekolah gratis mulal dari tingkat SDN sampai SMA/ SMK/MAN, ini merupakan terobosan mulia, dan banyak lagi para calon gubernur, bupati, walikota dalam pilkada 2005 berjanji, jika mereka menang akan menciptakan pendidikan dan kesehatan gratis. Beberapa orang bupati telah melaksanakan pendidikan dan kesehatan gratis, seperti di Provinsi Jambi, Kabupaten Tanjumg Jabung Timur di bawah kepernimpinan bapak Drs. H. Abdullah Hich telah melaksa­nakan pendidikan gratis dari SDN sampai SMA/SMK/MAN, dengan tujuan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan melaksanakan UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pengajaran yang layak. Demikian juga, di Provinsi Bali, Kabupaten Jembrana melalui bapak Prof. Drg. I Gede Winasa telah berhasil melaksanakan pendidikan dan kesehatan gratis di kabupatennya. Masyarakat dan bangsa Indonesia berharap dalam pelaksanaan otonomi daerah, para gubemur, bupati, walikota membuat kebijaksanaan mulia seperti yang telah dilakukan bupati-bupati di atas.

C. Peningkatan Kesejahteraan Guru
Guru dibutuhkan skill, keterampilan, dan kreativitas di luar pekerjaan wajibnya mengajar di sekolah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, dengan membuat usaha sampingan di luar jam dinas, usaha tersebut tidak mengurangi tanggung jawab sebagai guru, akan tetapi menjadi guru profesional. Kita banyak menemui guru yang belum mampu memanfaat waktu senggang di luar jam dinas, berangkali ini terjadi lantaran guru tidak memiliki keterampilan khusus, atau merasa sungkan untuk berbuat di luar pekerjaan pokok, kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan terhormat, seperti melakukan les, keterampilan lain yang tidak mengurangi wibawa guru.
Gaji yang diterima guru per-bulan hanya cukup untuk makan-minum per-bulan, dan tidak cukup membiayai anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang biaya pendidikan sangat mahal saat ini.
Namun demikian uang janganlah dijadikan primadona, jika kita jadikan primadona akan merusak moral, dan fikiran akan terkontaminasi oleh uang, nanti ditakuti setiap kegiatan dikaitkan dengan uang, dan pamrih. Al Ghazali (dalam Hasyim, 2004; 36) Guru mengabdi bukan karena gaji, ganjaran ataupun terima kasih. Namun guru boleh-boleh saja menenmajasa karena guru seorang yang profesional.

D. Fasilitas yang Diterima Guru
Guru sudah mendapat fasilitas yang memadai dan penghargaan yang cukup dari pemerintah, dengan mendapat kenalkan pangkat/ golongan 1 x 2 tahun, dan para guru banyak yang berpangkat/golongan tinggi mencapai pangkat/golongan pembina (fV/a) serta tunjangan ftmgsional, kalau kita banding dengan PNS lain sangat sulit mendapat kedudukan di jabatan struktural, akan tetapi PNS lain selalu mendapat insentif, SPPD. Bagi guru hal semacam itu jarang ada, dan beberapa orang saja yang dapat menikmatinya, terutama kepala sekolah atau guru yang pergi mengikuti kegiatan, berupa penataran, workshop, dan lain sebagainya. Perjalanan dinas seperti itu tidak mempergunakan SPPD akan tetapi uang transfortasi diganti oleh pihak penitia sekedamya.

E. Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Suatu gelar yang melekat pada guru adalah seorang "pahlawan tanpa tanda jasa", gelar ini tidak semua guru dapat menerimannya, sebab gelar ini mungkin suatu penghon-natan yang berat disandang, atau boleh saja gelar ini merupakan j argon untuk guru, secara logika kita tentu bertanya, apakah ada seorang pahlawan yang tidak pakai tanda jasa?, sedang guru adalah seorang profesional, artinya guru penyedia jasa, akan tetapi jasa guru tidak dapat diakui, apa mungkin seseorang dapat berbuat maksimal tanpa pernah tabu menahu dengan kebutuhan hidupnya, rasanya tidak mungkin. Guru boleh saja ikhlas dalam mengemban tugas mengajar, akan tetapi mereka perlu memikirkan ekonomi, kesejahteraan keluarga, dan dirinya sendiri.
Pahlawan menurut W.J.S. Poewadarminta dalam Kamus Bahasa Indonesia (1983; 695) adalah orang yang gagah berani, atau terkemuka. Sedangkan pahlawan dalam pendapat lain mengatakan seseorang pcjuang dalam memperjuangkan negeranya dari penjajah dan ikut memperjuangkan kemerdekaan, ketertindasan dari kompeni dan jika is meninggal disebut dengan pahlawan. Manakala kita melihat perjuangan yang dilakukan guru adalah memerangi kebodohan,

F. Penghormatan Terhadap Guru
Banyak orang berkomentar bahwa performen guru saat ini tidak memiliki wibawa atau terjadi kemerosotan wibawa, kemudian keberadaan guru sekarang jauh berbeda dari guru masa lalu, pada masa lalu guru begitu disanjung, dihargai, dihormati. Hal yang demikian tidak benar, jika guru tidak lagi memiliki wibawa, bagaimanakah mereka bisa mengajar? siswa tidak akan mungkin paclai dan cerdas kalau guru tidak berwibawa, nyatanya kata-kata, ucapan, petuah guru masih didengar dan dihormati. Para siswa mendengar, menyimak, dan memperhatikan guru berbicara, berkata atau berkomunikasi lantaran sang guru memiliki wibawa, cobs pembaca baca literatur tentang wibawa, wibawa dalam bahasa Belanda Gezag berasal dari perkataan Zeggen artinya "berkata". Menurut Perquin, Russen & Carp (dalam Nurtain, 1989; 184) Seseorang "perkataannya" mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti is mempunyai "kewibawaan" atau gezaq terhadap orang itu.
Dengan demikian kita dapat mengakui adanya pergeseran nilai-nilai, di mana sekarang dunia telah berkembang dengan pesat, semua sesuatu selalu diukur dengan material. Lembaga persekolah tidak cukup waktu dalam, melakukan proses pembelajaran, maka pembelajaran dilakukan di luar jam aktif, dan sebagian guru jugaterlibatmemberi tambahan pembelajaran bahkan dituntut untuk melakukannya, akan tetapi itu semua akan memerlukan kompensasi dalam mempergunakan waktu di luar jam dinas. Demikianjuga. teal yang thalami olehprofesional lainnya, seperti dokter di pukesmas, rumah sakit pernerintah, dengan modal membeli kercis kita telah dapat berobat clan berkonsultasi dengan dokter plus mendapat obat, akan tetapi di luar jam dinas atau pada tempat praktik dokter, para dokter tidak lagi memperlakukan layanan seperti jam dMias, demikian juga pembayaran agak lebih tinggi dibanding dengan bayaran rumah sakit pernerintah. Pekedaan seperti itu akan memperkokoh profesionalisasi guru.
Fenomena yang dialarni seorang guru, jarang sekali para matan murid, siswa, dan mahasiswa mengenang jasa iqdah guru dalam mencerdaskan dirinya, kita mungkin ingat dengan lagu Umar Bakri oleh Iwan Fals, mencerita derita seorang guru dengan mengenderal sepeda tua dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Bayangkan bagaimana perasaan guru tatkala bertemu sang murid, sang murid itu sendiri tidak kenal dengan gurunya atau acute tak acute, bahkan ironisnya sang mantan murid tidak menyapa guru tatkala berpapasan di jalan, di pasar, dan di tempat tertentu atau menyebutkan sang guru sebagai mantan gurunya. Sebalilcnya guru akan merasa babagia tatkala sang mantan round, siswa, dan mahasiswa berhasil dalam hidupnya, menjadi orang-orang terkenal, pejabat, dan tokoh di masayarakat.

G. Guru Profesional Sebagai Pengendali Mutu Pendidikan
Peran guru di sekolah rnemiliki peran ganda, di pundak mereka­lah terletak mutu pendidikan. Guru juga seorang manajerial yang akan mengelola proses pembelajaran, merencana pembelajaran, mendesain pembelajaran, melaksanakan aktivitas pembelajaran bersama siswa, dan melakukan pengontrolan atas kecekapan dan prestasi siswa-siswa.
Prof Dr. Mr. S. Pradjudi Atmosudirdjo (1982; 60) mengemukakan mekanisme organisasi pendidikan mulai dari mandat yang diberikan oleh penguasa, pemilik, pemodal, atau pemerintah kepada pemimpin organisasi (kepala sekolah) sebagai top manager. Kemudian kepala sekolah melimpah wewenang kepada masing-masing wakil kepala sekolah atau executive manager (kepala bagian kurikulum, kesiswaan, dan harus). Selanj utnya pelimpahan wewenang kepada wali-wali kelas atau operative manager, dan kemudian pelimpahan wewenang untuk penentuan mutu pendidikan adalah guru juga sebagai supervisor. Mekanisme dalam organisasi pendidikan, penguasaha, pemilik, pemodal, pemenintali memiliki wewenang yang jelas, yaitu; pengarahan politik, pemodalan, dan institution building. Seterusnya dalam mengemban organisasi, pemilik, yayasan atau pemerintah (enterpreneur) memberi kuasa pada administrator sebagai pemimpin organisasi (kepala sekolah). Kepala sekolah bertindak sebagai penghubung, penengah, atau perantara para "pemilik organisasi" dan para personil organisasi.
Personil organisasi terdiri dari guru, karyawan, dan non-pegawai (tenaga ahli, tenaga perbantuan, dan sebagainya). Tenaga pimpinan terdiri: (1) manager-manager lini (line managers), (2) staff manager staffer yang memimpin unit organisasi staff), (3) staffer non-manager (staffer yang tidak memimpin suatu unit organisasi staff).

H. Guru Profesional Sebagai Agen Budaya dan Moral
Guru di dalam sekolah tidak hanya mentransferkan pengetahuan kepada siswa-siswa. Guru juga sebagai pelopor untuk menciptakan orang-orang berbudaya, berbudi, dan ben-noral. Pada zaman dahulu bangsa-bangsa lain seperti; Belanda, Amerika, Arab, Jepang, Africa, Spanyol, Portugis, dan lain-lain mengenal bangsa Indonesia memiliki budaya dan moral yang tinggi, memiliki adat istiadat dan berpegang teguh dengan adat istiadatnya, ramah, dan sopan. Nilai-nilai ini selalu dikembangkan menjadi khasanah keindonesiaan.
Daerah-daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki ciri khas budaya sendiri, mulai dari masyarakat Aceh paling ujung sampai masyarakat Irian Jaya ujung timur, memiliki budaya yang kental, sehinggabanyak bangsa lain berdecak kaguni dengan i'uilai-nilai ash budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Di samping itu memiliki ,thin yang elok, indah dan mempesona. Pakaian ulos masayakat batak, balti kurung masyarakat minang, kebaya bagi masyarakat jawa, baju hodo masyarakat sulawesi, dan lain-lain memiliki daya tarik tersendiri. Masyarakatnya rukun, damai, suka tolong menolong, jujur, pemimpinnya adil. Namun demikian catatan di atas hampirmenjadi kenangan untuk anak cucu kita. Arus perubahan sangat deras akibat perkembangan kemajuan teknologi di dunia yang berimbas pada nilai-nilai budaya dan moral, sehingga terjadinya pergesaran budaya asli ke budaya nyata.
Pergeseran nilai-nilai budaya sudah tidak terelakkan lagi, sang guru tidak mampu bekerja sendiri dalam mengembangkan nilai budaya dan moral, teori-teori yang diajar di sekolah bertentangan denganpraktik di lapangan. Guru menganjurkan anak muridnya untuk berbuat baik, dan menjauhi perbuatan yang terlarang. Kenyataan di lapangan (lingkungan luar sekolah) sangat banyak mempengaruhi sikap, perilaku para siswa. Konflik dalam kebudayaan menurut Kneller (terjemahan Marian; 1989; 94) contoh pantang, orang dirangsang dengan gaga berpakalan, bergaul bebas, reklame, film-film di televisi, gambar pomo di media cetak, untuk mencari kepuasaan, kenikmatan lantaran masa depan yang tidak pasti.
Kasus-kasus yang melanda bangsa Indonesia saat ini, seperti korupsi, menipulasi, pemerkosaan, narkoba mencorengkan nilai-nilai moral yang diajar di bangku sekolah, hal ini dilakukan tidak saja oleh orang-orang yang tidak berpendidikan, akan tetapi juga orang-orang yang berpendidikan. Orang mencuri bukan lagi untuk mencari sesuap nasi, tetapi aktomya adalah orang-orang akademisi, para pengayom masyarakat, dan orang-orang kaya (kleptomania) sudah merupakan kehobian dan penyakit.
George F. Kneller (terjemahan Marian; 1989; 91-92) perilaku budaya dan moral yang menyimpang seperti disebut Durkem-anomi, atau keadaan tanpa norma, yaitu bila norma-norma resmi tidak lagi membimbing realita hidup dalam kebudayaan tersebut.

















BAB IV
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Berdasarkan ulasan-ulasan dari makalah kami, kami mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1.          Profesionalisme seorang guru sangat penting peranannya dalam dunia pendidikan di Indonesia.
2.          Profesionalitas seorang guru bukan hanya pekerjaan tetapi sekaligus sebagai seorang pendidik yang dapat menjadi teladan untuk siswa atau peserta didik di lingkungan sekolah, dan dapat menjaga sikap diri didalam kehidupan bermasyarakat.
3.          Pentingnya peningkatan kesejahteraan atau perhatian dari pemerintah terhadap jasa seorang guru.

B.     Saran
Untuk mewujudkan profesionalitas guru, kami memberikan saran sebagai berikut:
1.          Adanya program pendidikan untuk guru.
2.          Keselektifan dalam pengangkatan guru.
3.          Perhatian dari pemerintah yang bersifat moril dan materiil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar